Senin, 13 Agustus 2012

Mutiara Seven Habbits


Kita tidak belajar dari pengalaman kita, melainkan kita belajar dari permenungan pengalaman yang kita alami. (Robert Sinclair)

Mengingat cinta yang pernah diberikan oleh seseseorang lebih penting daripada mengingat namanya. (Marion)

Cinta itu menyembuhkan, baik bagi orang yang memberi maupun yang menerimanya.
(Karl Menninger)

Hidup mengabdi adalah hidup yang pantas dijalani.
(Anne Dillaud).

Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.
Akuilah Dia dalam segala tindakanmu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.
(Ams 3:5-6)

Kekayaan pengalaman manusia yang luar biasa akan kehilangan sebagian kebahagiaannya kalau tak ada batas yang harus diatasi. Saat manusia meraih keberhasilan tak akan terasa begitu indah jika tidak ada rintangan yang dapat kita lalui.
(Hellen Keller)

Ada orang yang memasuki hidup kita dan berlalu dengan cepat.
Ada yang tinggal beberapa lama dan meninggalkan jejak kaki dalam hati kita,
 dan diri kita pun tidak akan pernah sama.


Ad Maiorem Dei Gloriam.

Rabu, 08 Agustus 2012

Rileks

     Sebenarnya kita tahu jika setiap saat dalam hidup kita itu pasti mengalami suka atau duka. Namun sungguh disayangkan ketika seseorang yang mengalami pengalaman tersebut tidak merenungkan atau mengambil makna dalam-dalam akan sebuah pengalaman tersebut, anggap saja sebagai suatu hal yang sudah terjadi. Inilah kelemahan kita, seseorang yang kurang sadar dengan pengalaman yang kita alami. 
        Hal inilah yang sebenarnya membuat manusia menjadi seringkali menganggap bahwa yang membahagiakanlah yang enak... sementara yang susah itu harus dilupakan.... Hikz... sedihnya.. Tapi sejujurnya bukanlah pengalaman yang membuat manusia itu berkembang...


AKAN TETAPI BAGAIMANA IA
MERENUNGKAN PENGALAMAN ITU
SEBAGAI SUATU BERKAT 
YANG DAPAT MEMBUATNYA
SADAR DAN MENUJU SUATU PERUBAHAN YANG BERARTI.



tuhan memberkati.

Jumat, 08 Juni 2012

Clekit

Hmm.. susah benar ya kalau seminaris, frater, romo, bruder (khususnya biarawan deh..) itu dekat ama cewek, apalagi ceweknya cantik, supel, pinter, rajin, lebih-lebih ngebet terus (nempel) pada biarawan kesayangannya. Susah deh kalau begini... mau nolak ntar dikatain,"Ihh.. gimana sih orang ini, masak ama cewek cantik kayak itu (aku, ia ,.. ) gak mau, apa ia gay ya?" Waduh bisa gawat kalau frater atau romo dikatakan gay. Seharusnya frater dengan romo kan begitu, harus menolak godaan.
Oh ya... saya ingat hal yang menarik yang pernah saya alami, hal ini muncul dengan tiba-tiba dalam diri saya.
Desember 2011, acara YCCB (Youth Camping Character Building Camp) di Jedong (rumah retret). Sik-asik dapat banyak kenalan baru sana-sini, uihh... gak hanya cowoknya aja yang keren-keren, tapi ceweknya juga mantep punya. Mata ini pun langsung melakukan klasifikasi mana yang menjadi standart atau kriteria diri ini.
Meskipun saya, pada saat itu masih seminaris, saya nggak bisa memungkiri bahwa saya menyukai cewek-cewek cantik, akan tetapi kalau disarankan untuk pacaran,... hmmm... ogak ahh..
Acara pun berlangsung dengan meriahnya. Coz.. aku yang ingin menjadi yang pertama dan tak mau kalah dengan yang lain berusaha sekeras mungkin untuk bertanya disetiap sesion (meskipun udah tau jawabannya), maju dan sengaja membuat kesalahan saat permainan agar segalanya bisa asik.
Di tengah-tengah acara tersebut cari siblings pun nggak mau ketinggalan. Eh... ada yang mening tuh... kalau gak salah yang menjadi incaran bernama Irene... memang 3 tahun lebih muda daripada saya tapi boleh juga...
PKDT ok... tapi sayangnya, hmmm... diriku adalah semianris so... meskipun udah dekat... harus ada detouchment sehingga gak terlalu tertarik dengan yang gitu-gituan takut ntar panggilan melar..
Susah juga sih... setelah PDKT mati-matian dan hampir aja mau nembak dia... aku ingat bahwa
"Aku ini adalah hamba Tuhan yang ingin menanggapi panggilan Kristus."
Bukannya...
"Ambilah Maria sebagai isterimu." itu kan untuk St. Yusuf, bukan saya.

Aduh...
memang, kalau sudah PDKT dan berhasil, mau menjauh itu susah... masih ada rasa nemplok... tapi saya selalu berusaha untuk menjauhi dia. Memang, pada saat itu ada banyak sekali alat musik, meskipun belum mahir dalam memainkan saya tergolong dalam kelas "serba bisa", nah... ketika saat itu datang, si dia itu datang dan tanya..
"Mas... sebenarnya yang tidak sampean bisa itu apa toh? kok semua lat musik di sini, terus acara-acara di sini bisa diikuti dan dimainkan dengan baik?''
Jawabku simple aja, berdasar pada pemahaman saya akan pentingnya keperjakaan (sebagai orang tertahbis..ntar,,)
"Yo, akeh sih... tapi yng paling tidak bisa adalah...
METENGI CAH ATAU WONG WEDOK, aku pengen dadi romo, itu saja."

Refleksi:
Tentunya dalam setiap hidup kita, seringkali jika sudah terpanggil kita sering mencari sensasi, nah sensasi inilah yang terkadang salah untuk dilakukan...
Tentunya dalam doa Bapa kami, kita berdoa supaya kita dijauhkan dari yang jahat...
e.... malah kita sendiri yang mendekat...
Tuhan telah menolong kita agar jauh dari yang jahat, tapi kita sendiri yang tidak hanya masuk, melainkan terjun bebas....
Tuhan... juahkan kami dalam percobaan, tetapi dekatkan saya dengan mbak Dian...
ehhhh... susah deh...
Hmmm.... hanya sedikit yang dapat saya tulis hari ini, semoga ini semua bisa berguna bagi anda sekalian.
Terima kasih, Tuhan memberkati.
AMIN.

Kamis, 07 Juni 2012

Gouyonan:
Ini hari akan menjadi hari yang menyengat bagi kita. Bayangkan saja ketika kita berziarah ke Gua Maria Lourdes Pohsarang... susah deh pokoknya... apalagi ketika Yesus hadir... bisa porak-poranda tuh Pohsarang..
kenapa?
Lihat atau ingat kembali kisah tentang Yesus yang menyucikan Bait Allah. Ia menghancurkan segala hal yang tidak berkenan di rumah Allah. Ia menghancurkan dan merusak dagangan para pedagang. Ia melepaskan ternak-ternak dan juga mengusir banyak orang dari Rumah Allah (tempat ibadah) hikz... merana sekali.
Gua Maria Pohsarang adalah tempat ibadah bagi kita, bukan saja umat Kristiani saja yang di sana, melainkan setiap orang yang percaya kepada-Nya. Yesus berpesan kepada kita agar kita merawat dan menyucikan setiap tempat ibadah yang telah disucikan dalam nama-Nya.
SO
Memang, di sana diperbolehkan untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan mencari nafkah... akan tetapi, akan menjadi lebih baik jika mereka yang berdagang melakukan kegiatannya di luar tempat ibadah (diberi jarak yang cukup jauh).
Selain itu, sering pula ketika melakukan perayaan ekaristi pada malam Jumat Legi kita menemukan hal-hal dan kenyataan yang sangat menyayangkan bagi iman kita. banyak diantara kita, yang ketika mengikuti perayaan ekaristi dengan sengaja tidur, padahal perayaan ekaristi adalah hal yang suci, perayaan kudus akan ingatan dn iman kita akan perayaan Paskah, pengorbanan diri Kristus.
Kita juga seharusnya berusaha agar dalam menjalani perayaan ekaristi, perayaan yang dikuduskan oleh Allah hendaknya kita mengikuti dengan segenap hati, segenap iman, segenap kekuatan dan akal budi kita. 
Memang, untuk melakukan hal-hal tersebut tidaklah mudah, kita perlu belajar untuk melakukannya agar menjadi habitus dan nilai-norma yang melekat dalam hidup kita. Perlu kita ingat bahwa dalam hidup ini kita mempunyai tujuan hidup, yaitu belajar untuk percaya kepada Allah.
Belajar percaya kepada Allah tidaklah mudah. Kita perlu menyadari, merefleksikan dan menghayati setiap pengalamn hidup kita, di segala kondisi, susah, senang, bahagia, sedih, gembira dan banyak hal lain sebagainya.
Menjadi percaya kepada-Nya perlu belajar dan proses yang panjang. Akan, tetapi jika kita dapat berpasrah dan ikhlas akan jalan yang Ia berikan, pastinya hidup ini akan menjadi berkah bagi kita. 
Sekarang ini, menjadi seperti Kristus tidaklah mudah perlu perjuangan. Perjuangan tidaklah mudah. Jika kita mengingat perjuangan kita seharusnya ingat perjuangan bngsa dan pendahulu kita, para pahlawan yang berjuang demi negara ini. 
Pro Ecclesia et Patria (Mgr. Soegijo Pranoto)

Sabtu, 19 Mei 2012

4 tahun lalu, angkatan St. Aloysius Gonzaga beranggotakan 43 seminaris.
tahun pertama setelah 3 tahun terakhir hanya terdiri satu kelas, angkatan baru kami menjadi dua kelas. Satu semester, berkurang 6. kenaikan kelas kami berkurang 10. selama satu tahun bertahan di era 27 seminaris, menuju suatu penantian akan anggota baru kami, yaitu kelas khusus. 3 orang bergabung dengan kami, namun kami harus merelakan teman kami yang melanjutkan di luar. itu jalan mereka, namun kita tetap satu tujuan. di kelas IV, yang melanjutkan sejumlah 24 seminaris, petugas pastoral. Namun, dalam masa-masa ini pun kami harus merelakan satu-persatu teman kami hingga akhirnya kami tersisa 14. Malam hari tanggal 19 Mei 2012, acara testimonium, acara penerimaan hasil pembinaan dan kelulusan kami menjadi puncak acara kami. Angkatan Aloysius Gonzaga memang telah berakhir di sini, namun semangat kami untuk menuju masa depan yang lebih baik, menjadi pelayan-Nya tetap ada.
Kami Angkatan Aloysius Gonzaga akan berdiri dan terus menantang setiap halangan yang slalu menghadang untuk bisa meraih mimpi bersama dengan Dia yang selalu meberkati kami.
Dan kini saatnya tuk berlari mengejar semua yang sempat terhenti dan pastikan tetap trus bersama, hingga waktu terhenti.
Doakanlah kami yang ada pada jalan kami masing-masing, hormati keputusan kami, kami tahu apa yang Ia maksudkan, Ia tujukan pada kami, dan kami mohon doa saudara-saudari sekalian. Terima kasih. Ad Maiorem Dei Gloriam.

Jumat, 10 Februari 2012

Kediaman Heningku



PRA-SEMINARI – KEINGINAN  YANG INGIN KUWUJUDKAN
            Terkadang dalam hidup ini ada suara yang terdengar kuat, lembut, datar dan menggema, dari manapun asalnya suara itu tetap sama, selalu mewarnai dalam hidup yang telah atau yang akan dijalani olehku dan juga olehmu semuanya tidak sama, namun punya akhir dan tujuan yang sama.
            Semenjak kecil, ketika saya masih belum sekolah orang tua saya selau aktif dalam acara atau kegiatan di Gereja. Seminggu sekali dan pada hari-hari raya besar kami tidak pernah absen untuk pergi ke Gereja, kecuali kalau ada yang sakit. Setiap pergi ke Gereja selalu menimbulkan pertanyaan kepada orang tua saya, siapa yang berdiri di depan sana, ada yang pakai daster besar, ada yang wira-wiri,? Mengapa pakai daster yang besar dan keloloran? Mengapa terkadang harus duduk, berdiri atau berlutut? Mengapa semua orang tidak bisa sepertinya? Kapan selesainya? Bagaimana caranya menjadi sepertinya? Pertanyaan itu timbul terus-menerus, namun tetap yang saya pikirkan pada saat itu setelah pulang dari Gereja adalah nonton televisi sebab acara pada saat itu sangat menarik.
            Kelas V SD, saya menerima komuni pertama. Sebelumnya saya menerima berbagai pelajaran mengenai persiapan untuk menerima komuni pertama, tidak semua pelajaran waktu yang saat itu diajarkan teringat dengan baik saat ini, tetapi saya yakin saya jauh lebih baik dari pada ketika saat saya sebelum menerima komuni pertama. Banyaknya acara yang dilakukan di Gereja pada saat persiapan itu membuat saya lebih mengenal Pastor Paroki saya, yaitu Rm. Marianto O. Carm yang keriting-gondrong dan berbadan Gede. Orangnya baik, dihormati, disayangi dan dihormati oleh umat di parokiku. Sejak saat itu saya ingin menjadi seorang yang sepertinya ketika dewasa nanti, meskipun waktu itu motivasi yang ada pada saya tidak sepeti yang sekarang ini.
            Pengalaman yang kurang beruntung dan sangat tidak enak menerpa saya. Saat itu di kelas V SD ketika saya bermain dengan teman-teman di kebun tetangga saat jam sekolah, saat itu saya tergoda pada beberapa benda yang berwarna kuning dan lebat yaitu pisang. Secara spontanpun saya dan teman saya mengambil buah pisang tersebut dan memakannya, saya juga tak habis pikir kalau saat itu saya telah mencurinya sehingga saya dan teman-teman saya yang mengambil pisang itu dipanggil ke kantor guru. Kami dimarahi habis-habisan, penggaris dan sebatang bambu menyentuh punggung kami dengan kerasnya sehingga rasa sakit muncul di sekujur punggung saya. Karena ibu saya mengajar di sekolah itu dan letak rumah saya yang berimpitan dengan sekolah, saya langsung menerima hukuman gelombang II di rumah. “Pengen dadi romo kok nyolongan, sopo sing marahi, pantese dadi maling lek carane ngeneki?” Kata-kata ini membuat saya sakit dan seketika itu saya menangis di rumah dan jarang terdiam serta jarang berbicara dengan orang tua saya selama beberapa hari, namun kami tetap pergi ke Gereja setiap minggunya. Namun keinginan saya tetap ada untuk menjadi seorang imam, meskipun saya melakukan berbagai kesalahan yang membuat keluarga saya malu, namun itu membantu saya dan membuat saya berpikir lebih dewasa karena saya menjadi semakin terbuka hati nurani saya dan itu ternyata tidak menurunka niat saya menjadi seorang pastor, tetapi membuat saya sadar bahwa menjadi seorang romo itu harus bisa berbuat baik dan tidak nyolongan.
            Seperti bak rumput yang tumbuh dengan subur, keinginan saya untuk menjadi romo sedikit terbuka jalannya ketika saat kelas VII SMP ada beberapa seminaris dari Semianri Garum yang berkunjung di parokiku untuk promosi, saat itu juga ada kamping rohani di Gua Maria yang jaraknya cukup dekat dengan rumah saya. Ketika PPA dan beberapa Mudika berkumpul untuk mengikuti acara promosi tersebut saya pun ikut karena saya ada keinginan untuk menjadi seorang imam, mereka terlihat sangat meyakinkan dan cepat akrab dengan kami. Saat itu juga ketika mereka bertanya kepada kami mengenai siapa yang tertarik utnuk masuk Seminari saya pun angkat tangan karena saya ingin masuk meskipun pengetahuan mengenai Seminari saat itu masih sedikit seperti yang diberikan oleh kakak-kakak seminaris saat itu.
            Ketika SMP saat itu saya bersama dengan teman-teman saya, mereka selalu membicarakan tentang pacaran, namun saya tidak terlalu tertarik mengenai hal itu karena saya punya suatu hal yang menurut saya lebih baik daripada pacaran yaitu main PS karena sangat menyenangkan dan menghibur. Pacaran bagi saya adalah hal yang  tidak enak, sebab mereka hanya terbatas pada yang itu-itu saja, tidak malah semakin dekat, malah semakin malu untuk bertemu dan sering pula muncul rasa cemburu sehingga sedikit-sedikit putus. Lebih enak tidak punya pacar bisa berelasi dengan siapa saja tanpa terbatas meskipun tidak bisa dekat dengan salah satu orang-terlebih lawan jenis. Memang saya suka sama gadis yang cantik dan baik, namun saya tidak pernah merasakan pengalaman jatuh cinta seperti yang teman-teman ceritakan kepada saya. Saya sering melihat pasangan yang berpacaran sebagai hal yang kurang enak dan menyenangkan, tapi bagi mereka saya tidak tahu. Rasa tidak pernah dan keinginan untuk tidak berpacaran yang hanya suka seorang yang lebih dan mendalam membuat saya semakin ingin jadi romo.
            Orang tua saya pun mendukung saya karena itu pilihan saya. Mereka hanya menginginkan saya dan saudara-saudara saya mampu atau berhasil mencapai apa yang kami inginkan. Mereka tidak mengharapkan balasan, mereka menyayangi dan mencintai kami. Kurasa saya adalah orang yang sangat beruntuk karena mereka sangat mendukung saya untuk menjadi seorang imam. Mereka adalah orang yang sagat berjasa bagi saya, dan merekalah yang membuat saya semakin yakin dan kuat untuk menjadi seorang imam kelak, jikalaupun tidak mereka hanya berharap bahwa saya kelak menjadi orang yang berguna dan berhasil dalam hidup ini.
            Saya memang cukup nakal pada masa SMP, saya sering menggoda mereka – lawan jenis – yang   menurut saya cantik sehingga ketika saya berbicara dengan teman-teman mengenai cita-cita saya banyak teman-teman yang kurang percaya dan yakin mengenai apa yang saya pilih untuk masuk seminari dan menjadi imam, mereka meragukannya tetapi saya tetap yakin bahwa saya bisa mewujudkannya.
            Masuk di tahun ketiga di SMP, pengurus TU sekolah saya yang cukup dekat dengan saya, Pak Jarno berbicara dengan saya mengenai keinginan saya untuk masuk ke Seminari, ia sangat membantu saya terlebih dalam mengusahakan saya untuk masuk ke Seminari. Pada awalnya saya ingin masuk ke Seminari Mertoyudan di Magelang, namun karena nilai saya saat itu tidak mencukupi akhirnya harapan yang tersisa bagi saya ialah Seminari Garum dan Seminari Marianum. Dari dua Seminari itu yang saya pilih ialah Seminari Garum karena ketika saya kelas VII mereka datang kemari dan memperkenalkan Seminari kepada saya dan teman-teman saya dan di saat itulah saya lebih memilih Seminari Garum.
            Saat mengikuti tes masuk ke Seminari selama tiga hari, saya mengalami berbagai kesulitan dan kesusahan karena banyak sekali soal yang harus dikerjakan, seirngkali saya merasakan pusing, namun saya tetap berusaha agar dapat diterima di komunitas ini karena saya punya keinginan kuat dalam panggilan saya untuk menjadi seorang imam. Meskipun saat itu pula saya mengalami keraguan untuk terus karena sulitnya tes masuk dan rumitnya berbagai hal saat menjalani tes.
            Ujian ketika SMP pun berakhir dan pengumuman kelulusan sudah diterima, namun saya belum menerima surat pernyataan diterima atau tidak. Padahal teman saya sudah mendapat surat pernyataan bahwa ia sudah diterima. Karena saya dan orang tua saya ingin memastikan mengenai diterima atau tidaknya tes masuk ke Seminari Garum, saya dan bapak saya menuju ke Seminari untuk meminta surat pernyataan tersebut. Memang pada awalnya saya merasa deg-degan karena kawatir dan cemas. Namu kehadiran Pak Pris yang dengan senyumnya memberikan surat itu dan membacakannya bahwa saya diterima, saya merasakan kelegaan yang cukup besar. Kelegaan ini menimbulkan keraguan bagi saya untuk masuk ke Seminari. Masuk Seminari adalah tujuan saya, saya telah mengikuti tes yang sulit dan tidak semuanya di terima, hanya yang terpilih saja. Saya tidak tahu mengapa saya mengalami keraguan dalam benak saya yang menimbulkan keraguan untuk masuk ke Seminari.
            Meskipun ada perasaan ragu yang muncul dari dalam saya, saya tetap berani untuk terus maju dan masuk ke Seminari bagaimanapun prosesnya nanti saya serahkan Tuhan, saya hanya bisa berusaha. Berhari-hari sebelum masuk ke Seminari semua perlatan dan perlengkapan yang dibutuhkan di Seminari pun dilengkapi, mulai dari peralatan mandi hingga cek laborat. Semuanya telah terpenuhi dengan baik meskipun belum sempurna.
            Akhirnya hari untuk masuk ke Seminaripun tiba, saat akan berangkat saya dan kedua orang tua saya yang ada di rumah berdoa terlebih dahulu. Perasaan yang muncul dari dalam hati saya sangat campur aduk sehingga saya sulit untuk meninggalkan semuanya itu. Saya sudah terjun dan memutuskan, saya tidak boleh kembali dan saya harus maju kedepan bagaimanapun juga saya harus maju karena hanya memalui jalan inilah saya dapat menjadi seorang imam.
            Sesampainya di Seminari dan di sambut oleh beberapa kakak kelas, banyak hal asing yang saya temui sehingga saya kurang begitu leluasa dan kurang percaya diri untuk menghadapi semuanya itu. Saya hanya akan tetap berusaha dengan tekun. Doa orang tua saya dan kepasrahan pada Tuhan adalah senjata saya untuk menghadapi keraguan, saya hanya bisa berusaha dan akan terus berusaha hingga berhasil.

SEMINARI – SAATNYA BERPROSES
            Perasaan ragu-ragu, lemas dan keinginan yang samar antara memilih Seminari atau rumah selalu menghantui. Perasaan yang kangen rumah, ingin dekat dengan orang tua dan segala kebiasaan buruk yang saya miliki harus saya hilangkan. Saya sudah di Seminari, ini jalan yang saya pilih, jika saya mundur saya kalah, tekad saya dulu sudah bulat dan mengapa kali ini saya meragukan apa yang saya pilih. Saya akan terus berusaha untuk menjadi seorang yang lebih baik dan saya akan menjalani panggilan saya di Seminari ini.
            Tiap angkatan mempunyai porsi pembinaan yang berbeda. Kelas X yang harus beradaptasi, kelas XI dengan jurusannya masing-masing, kelas XII dengan Ujian dan pilihan untuk lanjut di kelas IV atau memilih untuk kuliah di luar dan kelas IV yang memantapkan dirinya untuk masuk ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Seminari Tinggi.
            Tahun pertama... .
            Menguatkan diri dengan berdoa, belajar, bimbingan rohani, sharing dengan kakak-kakak kelas dan teman-teman membuat saya merasa tenang dan semakin teguh untuk tetap lanjut di Seminari. Kebiasaan di Seminari membuat jurnal dan refleksi membuat saya selau ingat mengenai semua hal yang saya alami dan saya geluti saat itu. Banyak hal yang menjadi kelemahan saya, namun saaya tetap yakin bahwa saya akan bisa. Keluarga, para formator, bapak-ibu guru dan teman-teman selalu ada di sekitar saya untuk menguatkan saya, saya tidak ingin menyerah pada panggilan saya. Saya sudah punya permulaan yang baik, maka saya harus mengakhirinya dengan baik pula. Oleh sebab itu saya semakin kerasan tinggal di Seminari.
            Perasaan jenuh, malas, tidak krasan, ingin cepat pulang seringkali mewarnai dalam hidup sehari-hari saya ketika kelas X. Pola pikir yang ada pada saya saat itu masih kekanak-kanakan, sekarang lebih jauh berkembang, meskipun masih banyak berbagai kelemahan yang ada pada saya, tetapi saya yakin di jalan panggilan di Seminari Garum ini saya akan menjadi lebih berkembang dan semakin dewasa berkat pembinaan yang dicanangkan oleh pihak Seminari Garum tercinta ini.
            Rasa panggilan itu ternyata punya banyak rasa, ada rasa senang, malas, gembira, bahagia, lemas, sakit, pahit, manis dan sebagainya. Semuanya berkumpul menjadi satu bagaikan segelas es campur yang mempunyai berbagai rasa. Panggilan saya di saat kelas X belum begitu terbentuk dengan baik, selain itu saya masih belum punya wawasan yang cukup luas dan daya pikir yang teguh dan berpengetahuan sehingga panggilan yang saya jalani kurang begitu spesial atau istimewa sebagai berkat Tuhan yang harus saya tanggapi dengan penuh sukacita, seperti Bunda Maria.
            Rutinitas di Seminari merupakan hal yang sangat berguna bagi saya, meskipun saya kurang bisa memaknainya secara mendalam dengan hati yang teguh serta berserah kepada Tuhan. Saya masih menganggap semua itu sebagai formalitas dan menghindari hukuman dari kakak-kakak kelas yang menjabat sebagai ketua. Kesadaran, hal yang dasar, penting, namun sulit untuk diwujudkan 100%. Saya kurang disiplin dengan diri saya sendiri, sehingga saya sering melamun atau melantur, tetapi ketika saya menyadari bahwa rutinitas itu adalah penting dan sangat membantu dalam perkembangan kehidupan panggilan saya sebagai seorang calon imam, niat saya (panggilan) tumbuh, meskipun motivasi yang saya miliki masih dasar dan kekanak-kanakan yaitu hanya melihat sudut enaknya jadi romo dan susahnya berkeluarga yang harus memikirkan keadaan rumah tangganya.
            Keinginan untuk tidak hidup berumah tangga yang ada semenjak kelas X ini juga menguatkan saya untuk tetap menjadi romo, karena berkeluarga itu susah, lebih enak jadi romo (pikiran saya saat kelas X). Berkelana menjadi misionaris, mengajar dan memimpin misa menjadi angan-angan yang tidak pernah hilang dari pikiran saya, ingin rasanya saya segera menjadi seorang romo.
            SV Games adalah agenda besar pertama yang membuat saya dan teman-teman, terlebih satu angkatan semakin mengenal satu sama lain, semakin kompak. Konflik pun sudah menjadi hal yang biasa karena di antara kami kurang mengenal satu sama lain. Ini menjadi tantangan bagi saya untuk menghadapi konflik dengan terus menjalani panggilan di Seminari atau kabur. Saya akan maju sebab menjadi imam nanti saya harus menjadi seorang pribadi yang kuat, mampu mengenal yang lain serta bekerja sama, tidak mungkin di dunia ini seorang manusia – imam – dapat hidup sendiri tanpa berelasi dengan orang lain. Begitu pula dengan Fancy Fair yang sangat menyenagkan. Yang paling membuat saya semakin menyadari bahwa pentingnya imam di tengah masyarakat dan menjadi imam itu tidaklah mudah adalah ketika saya dan teman-teman yang lainnya mengikuti acara Camping Rohani, saat itu saya semakin sadar bahwa menjadi imam itu sanagat dibutuhkan oleh orang banyak dan menjadi seorang imam yang rela berkorban seperti Yesus yang rela wafat demi manusia itu tidaklah mudah, namun saya tetap percaya bahwa dengan hal ini saya semakin yakin dan teguh untuk tetap bertahan dan berjuang agar dapat menjadi seorang imam kelak.        
            Aksi panggilan yang merupakan acara yang sangat begitu dinantikan akhirnya datang juga, tinggal di rumah umat, menjadi salah satu anggota keluarga mereka sangat menyenangkan. Mereka mendukung, membantu dan mendoakan saya agar saya tetap menjadi imam, harapan mereka yang besar membuat saya begitu bersemangat dan semakin teguh dalam panggilan.
            Mendekati Ujian, semuanya terasa jenuh, membosankan dan kurang begitu menarik. Saya mengalami pergulatan. Kekhawatiran yang cukup besar muncul dalam benak saya, terkadang saya tidak krasan dan hanya terpikir untuk segera liburan dan kurang terfokus pada ujian. Saya seketika menjadi seorang yang lemah. Tujuan saya untuk menjadi seorang imam seakan-akan terhalang dengan  ujian yang jauh lebih besar dan berat dibandingkan dengan ujian-ujian yang hanya sebgai kerikil untuk mencapai tujuan saya.
            Kekhawatiran yang besar ini tentunya membuat saya agak down dan kurang begitu bersemangat. Saya hanya bisa berdoa, meminta orang tua saya selalu mendoakan saya, belajar sendiri atau dengan teman-teman dan berusaha mengerjakan semuanya dengan baik. Saya yakin jika saya percaya kepada Tuhan bahwa saya akan berhasil maka Tuhan akan datang dan membantu saya.
            Sungguh hal yang menyenagkan dan menyedihkan ketika saya naik kelas dan ada teman yang tidak naik, menjadi suatu kekecewaan dalam diri saya. Mereka sebenarnya masih ingin menjadi seorang imam, namun karena kemampuan mereka yang terbatas, mereka tidak bisa melanjutkan lagi, maka dari itu saya juga akan berjuang demi Tuhan, demin diri saya sendiri, demi keluarga dan teman-teman saya agar menjadi seorang imam, panggilan mereka adalah panggilan saya, maka dalam Tuhan saya akan berusaha.
           
            Tahun kedua... .
            Sebenarnya saya punya keinginan untuk masuk IPA, namun karena kurang begitu berminat akhirnya saya memutuskan untuk masuk IPS.
            Ketika liburan panjang saya bermain di RS di dekat Paroki saya untuk bertemu dengan Dr. Anton. Sebelumnya saya kurang tahu bahwa ia punya saudara kembar yang ternyata merupakan lulusan dari Seminari Garum, Pak Willy namanya (Willi Bogang-julukan di Seminari). Bertemu dengan mereka bagai sebuah pemurnian panggilan bagi saya. Mata saya semakin terbuka dengan apa yang namanya panggilan. Mereka tidak menikah karena tidak ingin, mereka masih punya keinginan hidup selibat meskipun sudah cukup berumur. Mereka membuat saya semakin teguh dan menyemangati saya untuk terus berusaha, apalagi karena keputusan untuk masuk Seminari merupakan keputusan yang saya ambil sendiri tanpa dorongan dari pihak lain.
            Saya tidak terlalu ingat dengan apa yang mereka katakan kepada saya sehingga saya semakin bersemangat dan teguh dalam panggilan, tapi dengan melihat wajah dan ingat namanya saja saya semakin teguh, saya percaya Tuhan Yesus hadir pada saat itu untuk meneguhkan saya.
            Tahun ajaran baru tiba dan sebagian besar berubah, saya memegang ftngsionaris-Sie, juga menjadi kakak kelas. Kerja. Saya sangat bersemangat tahun ini, setelah mendapat suntikan dari Pak Willy dan Dr. Anton sekarang saya berusaha untuk tetap teguh. Di sini saya menemukan jalan panggilan yang ingin saya wujudkan yaitu sebagai seorang misionaris yang dapat membawa kasih kepada sesama.
            Keinginan untuk menjadi seorang misionaris diuji di sini ketika kelas XI mengadakan retret di masyarakat, menggelandang dan naik gunung. Ini sungguh pengalaman baru yang sangat berkesan bagi saya. Kehidupan di tengah pasar yang cukup mirip dengan apa yang terjadi di desa saya. Kali pertama naik gunung memang melelahkan, namun ini menjadi sebuah pelajaran bagi saya agar saya tetap berusaha dengan gigih dan sungguh-sungguh terlebih jika saya ingin menjadi seorang misionaris. Pengalaman ini memberikan peneguhan bagi saya untuk semakin berjuang dan tidak putus asa dalam menjalani panggilan, jika saya berhasil mendaki gunung ini saya juga harus bisa melampaui Seminari Menengah ini untuk lanjut ke Seminari tinggi, nantinya.
            Semua rekoleksi yang saya ikuti pun terasa sangat bermanfaat, terlebih saat merumuskan visi yang saya pegang. Saat itu visi yang saya buat adalah “menjadi seorang imam yang membawa kasih Kristus di tengah-tengah jemaat Kristus dengan memegang nilai 4S (sanctitas, sanitas, scientia, dan societas).

            Tahun ketiga... .
            Ketika liburan usai, tidak semuanya berjalan dengan mudah, baru kali ini saya merasakan setelah betah tinggal di Seminari saya menjadi sangat malas untuk kembali lagi di Seminari, bangun telat, packing mendadak dan makan telat. Keinginan menambah liburan sangat melekat, tapi bagaimana lagi, liburan sudah usai, dan saatnya kembali ke Seminari.
            Tulisan terpampang di pintu RT VIII
            1.         Gregorius Purba Nagara           Ketua RT
            Menjadi ketua RT VIII merupakan hal yang tidak saya duga sebelumnya. Bagaimana lagi saya harus menerimanya karena semua itu suatu perutusan yang harus saya lakukan. Menjadi seorang pemimpin yang melayani bagi mereka, tegas, suka bercanda dan juga dekat dengan mereka adalah hal yang utama agar saya dapat mengenal mereka dengan baik.
            Mewujudkan visi yang telah saya ambil ketika menjabat sebagai ketua RT tidaklah mudah, kadang-kala saya marah-marah kepada anggota saya dan kadang kala saya juga bercanda terlalu berlebihan. Di kelas XII ini saya ingin menjadi seorang pribadi yang lebih baik dari yang sebelumnya. Dalam menjalani visi yang saya geluti dalam panggilan ini saya terinspirasi oleh Bapak Gultom yang menyarankan kami untuk menghapalkan 10 perintah Allah dan 5 perintah gereja, namun saya sendiri menambahkan dengan hukum utama yang diajarkan oleh Yesus mengenai kasih. Dengan menghafalkan semua ini saya semakin mengerti dan memahami setiap perintah yang ada dengan lebih baik, meskipun tetap ada pelanggaran yang ada pada diri saya. Saya percaya bahwa Tuhan selalu menyertai saya.
            Hukum kasih merupakan dasar dari visi saya, sedangkan 4S adalah nilai hidup yang diambil dari pedoman Seminari yang ditambahkan dengan Societas yang mempunyai arti hidup sosial. Mewujudkan visi ini perlu perjuangan. Memang visi yang saya ambil ini adalah visi yang saya pilih dan saya buat ketika mengikuti rekoleksi yang tetap saya pegang, hanya sebuah kalimat yang punya banyak makna tetapi belum saya ketahui dan saya resapi secara mendalam, oleh sebab itu saya akan mencari pengetahuan melalui Kitab Suci dan beberapa buku rohani penting yang dapat memberikan pengetahuan lebih bagi saya dalam menjadlani panggilan saya sebagai seorang calon imam. Melaksanakannya dalam hidup sehari-hari, membawa kasih dengan bersabar, bersahabat dan berani menolong teman-teman yang selalu membutuhkan bantuan yang mereka butuhkan.
            Menaati peraturan, menerima tugas serta mengerjakannya dengan sungguh-sungguh, tidak mudah mengeluh dan senantiasa mencoba menerima semuanya dengan rendah hati dan menganggapnya sebagai sebuah anugerah Tuhan yang harus dilakukan adalah kegiatan konkrit saya yang ingin saya lakukan untuk mewujudkan visi saya, selain itu saya tidak akan menyerah dengan mudah terhadap panggilan yang saya jalani sebab itu adalah anugerah karya Tuhan yang ada pada diri saya yang harus saya tanggapi dan saya jawab.
            Membaca dan memahami isi Kitab Suci merupakan hal yang ingin saya lakukan dalam keseharian saya sebab banyak karya Allah dan iman umat manusia tertulis dalam buku ini. Inilah yang membuat saya semakin memahami, mengerti serta lebih bisa mewujudkan visi saya agar menjadi sesuatu yang benar-benar konkret yang akan datang dan mewarnai kasih karunia Allah. Dengan berdoa dengan kasih-Nya, menjadi seorang yang senantiasa merindukan dan mencari kesucian, belajar dengan tekun megenai kehidupan yang nyata dan hdiup bersama dengan orang lain di tengah-tengah dunia yang dinamis menjadi suatu misi yang harus saya wujudkan. Mengenal diri sendiri dan Allah, mengenal orang lain dan sifatnya. Belajar untuk hidup, bukan hidup untuk belajar, bila suatu saat nanti saya menjadi seorang imam saya akan terus berusaha tanpa menyerah untuk mewujudkan visi yang saya pegang ini. Meskipun kelak nanti saya menjadi lemah, mejadi berdosa, menjadi kalah saya hanya akan terus berusaha dan berserah pada Allah sebab pada Dialah segala sesuatu diciptakan, hanya pada-Nya lah semuanya dapat dikabulkan.
            “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu, kasihilah manusia seperti dirimu sendiri”

Ad Pacem per Bellum

Minggu, 05 Februari 2012

Mencoba tuk Melihat

Hitam...
Putih...
semua indah tidak ada yang tidak sempurnya
kadang hanya pikiran kita saja yang membuatnya tidak indah
sebab hal yang negatif muncul dari pikiran itu sendiri...


I never change my self although the new year is coming because this is my live, I just following my Lord. You will believe, but I will trusting

Kini ku menunggu sebuah hal yang sulit untuk kembali. Semua yang hilang sulit pula untuk di cari, namun ku hanya bisa berharap agar semua yang telah hilang dapat kembali.


Somebody said, "That the God always help and give us the way to console our problem on our live," But the others said,"God is nothing and we here because we can think, and if the God live in this world, He will show himself."